Sejarah Rumah sakit

 Masa - Masa Gelap dan Kerinduan

Sebelum tahun 1930, Kota Banjarmasin belum mempunyai seorang pastor yang tetap. Umat Katolik di Kota ini telah mendirikan Perserikatan Sosial Katolik (Katholike Sociale Bond) yang diketahui oleh seorang berkebangsaan Belgia. Pengurus perserikatan ini penuh inisiatif. Waktu Pater Johannes Groen, MSF pada hari natal 1930 mengunjungi umatnya di Kota Banjarmasin perhimpunan ini mengemukakan rencana mereka membangun gereja, Pastoran, rumah sakit, rumah dokter, sekolah - sekolah sampai tingkat SMP. Seluruh pembangunan ini direncanakan di Kota Banjarmasin. Selain itu rencan juga sebuah leprosarium di Kota Kandangan.

Seluruh rencana pembangunan ini dibicarakan dengan Vikaris Jenderal dan Uskup Keuskupan Pontianak Mgr. T. Van Valenberg, waktu beliau mengunjungi Banjarmasin bersama dengan Peter J. Groen, MSF pada tahun 1931. Pada tahun ini, Pater J Greon, MSF berani minta Nfl 60.000 pada kongresi MSF di Neederland, namun ditolak karena MSF tidak memiliki uang pada saat itu. Sebelum tahun 1936. pembangunan gereja, pastoran, sekolah telah direalisir namun rencana pembangunan rumah sakit haus dibekukan untuk sementara waktu.

Tahun 1948, Mgr.J.J.M. Kusters, MSF Prefek Apostolik Banjarmasin mencoba membuka klinik bersalin/rumah sakit di Banjarmasin. ditawarkan rumah Loem Sek Tjan di jalan Kapten Piere Tandean seharga Nfl. 70.000, namun harga ini terlalu berat untuk Prefektur Apostolik Banjarmasin yang secara materil telah banyak menderita selama perang dunia kedua.

Tahun 1950, Mgr.J. Groen, MSF berniat untuk membangun klinik bersalin di Banjarmasin dengan bantuan 2 orang bidan dari Belanda yaitu Rie Hoogeen Vin dan Willy Besselink. Kemudian Kontrakpun diadakan. Tetapi tidak ada follow up dan segala-galanya "masuk rumba" karena seluruh dewan vikariat Banjarmasin tidak setuju dengan rencana Mgr. J. Groen, MSF untuk membuka klinik bersalin di rumah bapak Liem Sek Tjan arena harga terlalu tinggi dan tidak memungkinkan untuk perluasan, Tetapi Mgr. J Froen, MSF tidak mau putus asa, kemudian beliau menghubungi Jenderal Kongresigasi Suster Misi dan Adorasi dari ST. Famillia (MASF) di Kota Baarlo, Holland. Kongregsi ini akan membuka 2 rumah di Kota Banjarmasin, 1 untuk suster-suster yang bertugas di rumah sakit/klinik bersalin dan yang lain untuk suster - suster yang bertugas disekolah. Karena itu rumah suster yang di Balikpapan (MSAF) akan ditutup. Mgr. J. Greon, MSF berpendapat bahwa rumah sakit lebih penting dari pada sekolah. Reaksi dari luar sangat negatif. Ergo rencana ini juga tenggelam

Tahun 1954, ada uskup baru di Banjarmasin, Mgr. Wilhelmus Demarteau, MSF yang setelah pentahbisannya sebagai uskup beliau harus ke ROma dan Ke Neederland. Dalam perjalanan itu dimanfaatkan untuk mencari tenaga suster yang bersedia bekerja pada rumah sakit di Banjarmasin. Harapan baik beliau diterima dari Provinsialat " Medical Mission Sisters" (biarawati karya kesehatan/GKK). Mother Angel, pendiri perserikatan ini tidak keberatan tetapi keputusannya diserahkan kepada keputusan Belanda (di Kota Heerlen). Ada interresse yang serius, sementara itu Mgr. Wilhelmus Demarteau, MSF cenderung membuka rumah sakit itu bukan di banjarmasin tetapi di banjarbaru, Provinsi Kalimantan tidak membutuhkan rumah sakit lagi, sudah cukup jumlahnya. Diajukan kalau masih mau berbuat sesuatu di bidang medis, sebuah rumah sakit boleh di buka di Long Nawang. Long Nawang terletak di tepi Sungai Kahayan. Jauh dipedalaman Kalimantan Timur yang merupakan tempat pembuangan tentara KNIL, perjalanan dari tanjung Redep ke Long Nawang memakan waktu beberapa bulan. Kepala Dinas Kesehatan ini dalam waktu yang singkat pindah ke Jakarta dan penggantinya lebih kooperatif. Tahun 1957, Bapak Gubernur Kalimantan Selatan menghubungi Keuskupan Banjarmasin dan bertanya apakah keusupan dapat membantu pemerintah dengan membangun snatorium (yang pertama di Kalimantan) Direktur sanatorium ini, dr. Abdurachman suka bekerja sama dengan suster-suster religius. Permohonan ini diterskan kepada Medical Mission Sisters. Dalam tahun 1957 ini terjadi konflik antar Indonesia dan Neederland soal Irian Jaya, akibatnya warga negara Belanda tidak menerima visa lagi untuk masuk ke Indonesia. Usaha ini gagal juga.

Sementara itu, dr. Go Tjoen Bin seorang dokter Tionghoa membantu Mgr.W. Demarteau, MSF untuk terus memperjuangkan pembangunan rumah sakit. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banjarmasin sangat setuju dengan rencana ini. Tentara Nasional Indonesia setuju juga.Empat Partai Politik didekati (Masyumi, PNI, NU dan Partai Katolik), semua setuju/tidak keberatan. Namun Masyumi meminta supaya salib jangan dipasang dalam rumah sakit itu. Semua persetujuan ini "Very Welcome", tetapi tidak cukup sungguh sungguh mempersiapkan rumah sakit itu. Harus ada kepastian lebih dahulu adanya suster suster yang bersedia mengasuh rumah sakit ini di Banjarmasin.

Bulan September 1962, Mgr.W. Demarteau, MSF berangkat ke Roma untuk mengahadiri Konsili Vatikan II. Di Roma, Mgr.W. Demarteau, MSF menjadi iri hati. Kota abadi itu penuh dengan suster-suster dari ratusan kongregasi, dari segala sudut bumi ini. Pada suatu hari sewaktu makan beliau berbicara dengan rekan - rekan uskup mengenai hal itu, terlalu banyak suster di Roma dan di daerah misi terlalu kurang. Beliau bergurau dan mengatakan" Dalam Sidang Konsili ini saya mau melarikan beberapa suster dan dikirim ke Banjarmasin". Kebetulan seorang pater MSF Marcel Mereck, wakil Pater Jenderal MSF di ROmamendengan gurauan itu dan bertanya kepada beliau " Apakah Mgr.W. Demarteau, MSF betul mencari suster untuk rumah sakit di Banjarmasin ? Beliau jawab Ya, selama delapan tahun saya mencari mereka. tetapi tidak ada kongregasi suster yang membantu saya". Parter ini berkata " Tiap Pagi saya mempersembahkan misa dalam Jenderalat Kongregasi Suster dan dari seorang suster saya dengar bahwa Provinsi Filipina mencari tempat kerja untuk suster mereka di luar Filipina:. Mgr.W. Demarteau, MSF tidak mau menunggu lama dan hari berikutnya beliau bertemu General Superior SPC dan juga dengan uskup dari Chartres, yang menginap dalam Jenderalat SPC.

Selama sidang Konsili Vatikan II, rupanya beliau betul mengetuk pintu hati para suster  yang menghadiri pertemuan itu. Rupanya pintu hati mereka dibuka seluas mungkin. Dengan hati penuh harapan Mgr. W. Demarteau, MSF pulang pada awal Desember 1962 ke Banjarmasin.

Terang Mulai Tampak

Pada tanggal 4 Januari 1963 Pater M. Mereck, MSF menulis surat dari Roma bahwa Mere Charle de Jesus, SPC Superior Provincialat di Quezon City telah memberitahukan bahwa Provinsi SPC Filipina bersedia membantu Keuskupan Banjarmasin running the Catholic hospital in Banjarmasin. Hati Mgr. W. Demarteau, MSF bersorak-sorai.

Tahun 1964, Mgr. W. Demarteau, MSF mulai membeli sebidang tanah di jalan Pembangunan di pinggir sungai yang dahulu disebut "Terusan Milono". Banyak orang heran bahwa rumah sakit akan dibangun dimana tidak ada manusia. Tanggal 21 April 1964 Keuskupan Banjarmasin membeli sebidang tanah seluas 62.000 mdengan harga Rp.100,-Per m2, total harga Rp.6.200.000,- sama dengan USD 3.858. Awal tahun 1964, Mgr. W. Demarteau, MSF mengundang Suster Charles de Jesus, SPC ke Kalimantan, namun belum ada waktu untuk kunjungan itu, tetapi bulan September 1964, Suster Charles de Jesus SPC meminta supaya aspiran - suster SPC dikirim ke Filipina. Tanda ketidaksabaran yang suci.

Yayasan Suaka Insan didirikan pada tanggal 30 April 1964. Pada bulan Agustus 1964, PKI (Partai Komunis Indonesia) mencoba merintangi pembelian tanah RS Suaka Insan oleh Keuskupan Banjarmasin.

Kepastian Sudah Ada, Walau Jalan Berintangan

Tujuh Desember 1964, Kepala Dinas Kesehatan Tingkat I Kalimantan Selatan, dr.M. Notosoenarjo memberi izin untuk membangun Rumah Sakit Suaka Insan di Banjarmasin.

Pada bulan Januari 1965, Pengadilan Negeri campur tangan dan menghentikan pekerjaan persiapaan di RS Suaka Insan karena ada orang yang mengeluh bahwa yang menjual tanah itu kepada Keuskupan Banjarmasin bukan pemiliknya. Dalam waktu singkat soal ini beres; pengadilan betul  membantu dalam hal ini. Tanggal 31 Mei 1965 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memberi izin ini juga.

Tahun 1966, Keuskupan Banjarmasin mau melakukan undian untuk mencari dana bagi RS Suaka Insan. Kementerian Sosial di Jakarta memberi izin tetapi 40% dari hasilnya untuk hadiah dan Pajak, 10% untuk Departemen Sosial, 50% untuk pembangunan RSSI. Uskup Mgr. W. Demarteau, MSF menganggap syarat-syarat ini terlalu berat. Tidak jadi.

Bersalin akan lebih dahulu dibangun dan dimulai 21 Mei 1966. Asrama perawat dibangun pada bulan Agustus 1966.

Bulan Juli 1966 Mgr. W. Demarteau, MSF menulis surat kepada Jenderalat SPC di Roma bahwa sampai medio 1966 belum ada satu pun suster SPC dari Filipina yang dating ke Banjarmasin “For a look on the spot”. Kemudian menjadi jelas bahwa beberapa surat dari Mgr. W. Demarteau, MSF sangkut di tengah jalan.

Bulan Oktober 1966, untuk pertama kali Suster Marie Madelaine Denoga, SPC Superior Provincial di Filipina mengunjungi Banjarmasin, rencana pembangunan dirubah, antara lain dapur diperluas, operation room mesti ada. Dahulu direncanakan 50 tempat tidur dalam klinik bersalin, jumlah tersebut dikurangi. Soal lain yang penting sekali kunjungan ini adalah harus diselesaikan siapa menjamin “living costs” dari para suster SPC yang akan bertugas di RS Suaka Insan. Suster M. Madelaine, SPC mengira bahwa Keuskupan Banjarmasin akan menjamin biaya itu. Mgr. W. Demarteau, MSF dan dewannya kurang setuju dan merasa keberatan, karena alasan berikut : 1) Kongregasi bruder dan suster lain yang bekerja di Keuskupan Banjarmasin menjamin sendiri living cost, dianggap kurang bijaksana mengadakan kekecualian; 2) Keuskupan Banjarmasin sama sekali tidak kaya, ongkos pembangunan naik setiap hari (dalam 6 bulan harga  satu sak semen naik sampai 1000%). Usulan : 100 USD per bulan untuk 6 suster cukup. Keuskupan akan membayar jumlah uang ini dalam valuta Indonesia; pembayaran itu seklai atau dua kali setahun dibereskan dengan Keuskupan Banjarmasin oleh SPC. Soal ini tidak diputuskan di Banjarmasin selama kunjungan Superior Provicialat. Di kemudian hari Provinsi SPC Filipina dan Keuskupan Banjarmasin setuju mengenai hal berikut :

  1. Provincialat SPC Filipina akan menjamin living costs dari para suster RS Suaka Insan selama RS Suaka Insan tidak mampu bertanggung jawab dalam hal ini.
  2. Segala Equipment adalah tanggung jawab Keuskupan Banjarmasin.
  3. Para suster SPC akan mengasuh RS Suaka Insan.

           Pada tanggal 7 Juni 1967, Congregation de Propaganda Fide di Roma memberikan izin kepada Kongregasi SPC untuk membuka rumah di Banjarmasin Indonesia, atas permohonan Mgr. W. Demarteau, MSF. Keuskupan Banjarmasin membiayai perjalanan 6 suster pertama dari Manila ke Banjarmasin.

           Tanggal 24 September 1967, 6 suster ini mendarat di Jakarta dan menginap di RS Sint. Carolus sampai tanggal 2 Oktober 1967 untuk menyesuaikan diri sedikit. Tanggall 2 Oktober 1967 mereka mendarat di Lapangan Terbang Ulin (Syamsudin Noor) di Banjarmasin; mereka adalah :

  1. Sr. Noemi Arnaldo, SPC
  2. Sr. Carmen Pangilinan, SPC
  3. Sr. Clement Xavier Rola, SPC
  4. Sr. Laurentia Go, SPC
  5. Sr. M. Alexine Dario, SPC
  6. Sr. Mary Baradero, SPC

 

          Superior Provincialat Sr. M. Madeline, SPC ikut serta mengantar. Hadir di lapangan terbang : Mgr. W. Demarteau, MSF dan beberapa pastor, Wanita Katolik dan PMKRI. Ratusan anak sekolah berbaris menyambut di muka rumah tinggal suster di jalan Rantauan Timur I (sekarang asrama putri). Semangat pesta dapat dirasakan.

            Tahun 1968, ada kesulitan lagi yang sekarang berasal dari Jakarta, dari DPR. Bapak Lukman Harun, anggota DPR mengeluh secara resmi bahwa Pemerintah Belanda hanya membantu proyek Kristen. Pemerintah Belanda terkejut dan mulai mencoret proyek Kristen. Banjarmasin menjadi korban yang pertama, sebab satu tahun lebih dahulu Keuskupan Banjarmasin telah menerima bantuan dari Pemerintah Belanda yang sudah bersedia membantu. Mgr. W. Demarteau, MSF sudah mulai membangun rumah sakit itu atas dorongan resmi dari Den Haag, walaupun bantuan itu belum dibayar. Mgr. W. Demarteau, MSF dipanggil oleh Suprov MSF di Neederland untuk menyelamatkan proyek itu, tetapi waktu Mgr. W. Demarteau, MSF datang di Neederland pada awal Mei 1968, nasi telah  menjadi bubur. Dana bantuan yang telah dijanjikan sebesar NFL 450.000 telah dicabut. Suasana Den Haag, antara kementerian “developkent”, panas. Lebih dulu CEBEMO yang sangat memperjuangkan bantuan keungan itu, sangat kecewa terhadap diri menteri yang bersangkutan dan mau “menyerangnya”. Dianggap lebih bijaksana diam saja. Mgr. W. Demarteau menerima “a helping hand” dari CEBEMO dan akhirnya Misereor bersedia membantu lagi. Karena soal ini Mgr. W. Demarteau, MSF terpaksan selama 5 bulan harus tinggal di Eropa Barat. Pada tahun 1969, pemerintah Belanda “bertobat” dan membayar NFL 140.000 untuk pembangunan RSSI di Banjarmasin.

           Tahun 1968, Siemens, perusahaan Jerman mulai memasang equipment terutama di dapur; tempat cuci/ setrika. Siemens memperanaktirikan RSSI; keuntungan dari pemerintah Indonesia jauh lebih besar daripada keuntungan dari Keuskupan Banjarmasin yang kurang mampi. Syukurlah bahwa Pastor H. Stroh, MSF ada, yang kadang-kadang lebih pandai daripada karyawan Siemens. RSSI berhutang budi pada pastor ini.

Kerinduan Itu Jadi Kenyataan

          Tanggal 23 Februari 1969, pemberkatan RSSI oleh Mgr. W. Demarteau, MSF, Uskup Banjarmasin. Tanggal 24 Februari 1969, RSSI mulai menerima pasien dengan 70 tempat tidur, tidak termasuk kamar bayi. Pengelolaan RSSI dipercayakan kepada  Suster-suster Santo Paulus dari Chartres (SPC). Pembukaan RSSI yang resmi ditunda.

           Dua puluh enam Februari 1969, para suster SPC pindah dari jalan Rantauan Timur I ke RS Suaka Insan di jalan Pembangunan Banjarmasin. Tanggal 27 Februari 1969 perayaan ekaristi untuk pertama kalunya di susteran ini. Tanggal 14 September 1969 suster M. Madelaine, SPC, Suprov SPC Filipina ke Banjarmasin.

           Tanggal 28 Juni 1969, kunjungan Dr. Winberg dari MEMISA ke Suaka Insan. Seorang colonial dalam arti kata sejelek mungkin. Belum pernah Mgr. W. Demarteau, MSF bertemu dengan seseorang yang begitu kurang ajar terhadap susgter. Para dokter pemerintah di RS Ulin diperlakukannya sebagai mahasiswa yang baru masuk di Fakultas Kedokteran. Ia Suka menggurui semua. Uskup Banjarmasin merasa malu tergadap tingkah laku dokter ini.

Tanggal 24 Februari 1970, RSSI resmu dibuka. Jumlah karyawan termasuk direktur dan suster SPC sebanyak 68 orang. Tiga puluh empat orang beragama Katolik, 19 orang beragama Islam, 11 orang beragama Protestan, 2 orang beragamna Buddha. Dua puluh lima Februari 1970, Menteri Kesehatan Siwabessy, meninjau RSSI. Dua puluh enam Maret 1970, Mgr. W. Demarteau, MSF mengunjungi Kepala Kesehatan Kota Banjarmasin dan minta maaf karena tanpa sengaja mencampurkan beliau terhadap perencanaan/ pembangunan RSSI. Dokter yang bersangkutan betul menerima ucapan maaf itu. Bulan Mei 1970, diangkat menjadi pendamping rohani para pasien RSSI :

  • Pastor Kota Banjarmasin untuk yang beragama Katolik
  • Pdt. Munte Saha, SMTH dan Pdt. Ethelbert Saloh untuk yang beragama Protestan
  • M. Zarkoni, H.M.A yang beragama Islam

Sejak tahun 1970 ada perselisihan paham antara dr. Hendra Surya (Calon Direktur RSSI) dan Administrator RSSI. Menurut sistem Suster SPC, dokter hanya memperhatikan soal-soal di bidang medis. Suster Administrator memperhatikan manajemen RSSI di bidang-bidang yang lain. Walaupun dr. Hendra Surya semula setuju dengan pembagian tugas itu, tetapi rupanya sulit menyesuaikan diri dengan pembagian itu. Pada tahun 1970, dibuka juga sekolah Pembantu Perawat sebagai annex RSSI dan sebagai Kepala Sekolah adalah Mgr. W. Demarteau, MSF. Kemudian pada 1 April 1973, barulah dr. Hendra Surya diangkat sebagai Kepala Sekolah SPKU RSSI.

Tiga puluh Juli 1970, Sr. M Carmen, SPC diangkat sebagai Administrator RSSI juga diangkat menjadi pimpinan komunitas SPC di Banjarmasin menggantikan Sr.  Naomi, SPC di Banjarmasin. Pada hari ini, Sr. Lucie, SPC dan Sr. Annete, SPC tiba di Banjarmasin dan pada hari ini Sr. Naomi, SPC pulang ke Filipina. Bulan Mei 1971, Sr. Alexine, SPC pulang ke Filipina untuk berobat.

Sembilan April 1972, Sr. Monique, SPC Superior Jendral SPC di Roma datang di Banjarmasin dengan Sr. Madelaine, SPC Superior Provinsi di Filipina. Tanggal 13 April 1972, pembukaan resmi RSSI oleh Gubenur Kalimantan Selatan, bapak Soebardjo dengan SK Menteri Kesehatan RI di Jakarta tanggal 31 Mei 1965 No.23705/RS. SK Pengawas/Kepala Dinas Kesehatan, Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin tanggal 11 April 1972 No. III-SK-537-B.Pres.

Dr. Hendra Surya secara resmi diangkat menjadi direktur medis/ penanggung jawab dalam bidang medis teknis. Terhitung tanggal 1 April 1972 dengan SK Pengawasan/ Kepala Dinas Kesehatan Prov. Kalsel No.III-SK-540-14-B Pres. Pemberkatan/ peresmian 6 kamar VIP, kamar isolasi dan aula makan untuk karyawan. Tanggal 31 Mei 1972, Sr. Alexine, SPC untuk kedua kalinya Kembali ke Manila karena sakit. Tanggal 9 Juni 1972, Sr. Florian, SPC datang ke Banjarmasin. Tanggal 28 Juni 1972, Sr. Alma Marie dan Sr. Ceacilia, SPC datang ke Banjarmasin. September 1972, Tn. Keefmeijer dari aksi puas belanda datang Bersama d engan Pater G. Zegwaard dari LPPS. Mereka meninjau RSSI.

Tanggal 30 Desember 1972 diputuskan bahwa RS Suaka Insan, yang sampai tanggal ini adalah milik Keuskupan Banjarmasin akan dibeli oleh Kongregasi Suster-suster Santo Paulus dari Chartres. Syaratnya :

  1. Pembayaran akan dilaksanakan secara periodic tetapi pembayaran mesti beres s ebelum tanggal 1 Januari 1983.
  2. Pembelian meliputi seluruh tanah yang lausnya tersebut dalam sertifikat; semua Gedung/ bangunann yang ada dan inventaris semua bangunan.
  3. Sesudah penyerahan, hanya kongregasi Suster-suster SPC adalah “The sole owner and administrator” RS Suaka Insan.
  4. Semua derma yang akan diterima Keuskupan Banjarmasin untuk membangun rumah sakit ini plus susteran dan asrama, dan lain-lain, akan dikurangi dari harga jual, sehingga kongregasi SPC harus membayar hanya modal yang berasal dari kas Keuskupan Banjarmasin untuk membangun rumah sakit ini.

Tanggal 3 Januari 1973, pembukaan Sekolah Penjenang Kesehatan Umum (SPKU) dengan 20 siswi. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.24/BV/Pend./70. Surat persetujuan Pengawas/ Kepala Kesehatan April 1973, dr. F. Hendra Surya diangkat sebagai Kepala Sekolah Penjenang Kesehatan Umum RS Suaka Insan di Banjarmasi denga SK No.V/?SK/9/15/SPKU///73. Tanggal 4 April 1973 the first capping day. Tanggal 27 April 1975 perayaan lustrum yang pertama RS Suaka Insan. Tanggal 1 Februari 1976, pemberkatan guest house (oleh Mgr. W. Demarteau, MSF yang pembangunannya dibiayai oleh 8 kongregasi bruder di Neederland atas inisiatif Superior Jenderal Kongregasi Bruder SP. Maria Tujuh Kedukaan. Tanggal 5 Maret 1977 Peresmian musholla RS Suaka Insan oleh Walikota Banjarmasin Bapak Siddik Susanto dan Pengguntingan pita dilakukan oleh istrinya.

Tanggal 1978 penambahan ruang Charity Ward untuk pasien kurang mampu dinamai Bangsal St. Paulus dengan tarif Rp. 5000,-/ hari.

Berdasarkan pada pelayanan Kesehatan yang menyeluruh/ holistic, maka dirasakan perlu adanya sebuah musholla mengingat 80% dari pasien beragama islam. Nama musholla itu “Al-Ichsan” (yang tidak terdekati oleh setan). Bulan Januari 1978, sebuah ruangan sal dibangun dengan jumlah 21 tempat tidur. Pada tahun ini pimpinan RSSI mencari tempat praktek di Banjarmasin antara lakin di Barito Timur untuk para murid SPKU, tetapi usaha ini gagal/ salah ditafsirkan oleh golongan tertentu. Bulan Januari 1980 untuk sementara SPKU ditutup dalam rangka persiapan untuk mengkonversi SPKU ke Sekolah Perawat Kesehatan yang diharapkan akan menghasilkan tenaga Kesehatan paramedis yang qualified. Tanggal 18 Januari 1981 Sekolah Perawat Kesehatan dibuka, sebagai kelanjutan pengembangan SPKU Suaka Insan.

Tanggal 4 Agustus 1983 Sr. M. Florian, SPC, MHA diangkat menjadi administrator RS Suaka Insan di Banjarmasin menggantikan Sr. M. Carmen, SPC,  MHA. Tanggal 17 Februari 1984, RS Suaka Insan dialih-milikan kepada Yayasan Suaka Insan SPC secara notaril. Tahun 1984 perluasan gedung SPK dan Poliklinik. Poliklinik umum ditambah dengan klinik penyakit anak, klinik Kesehatan gigi d an BKIA. Menanggapi tuntutan perkembangan medis, sebuah ruangan ICU dengan 3 tempat tidur dibuka (sekarang menjadi VIP 20 Bangsal Anna). November 1984 dr. F. Hendra Surya berhenti. Tanggal 1 Desember 1984, dr. A.J. Djohan diangkat sebagai direktur medis menggantikan dr. F. Hendra Surya.

Dua puluh dua Desember 1988 Rapat Direksi RSSI memutuskan memberi nama bangsal-bangsak  dengan nama-nama orang kudus yaitu : Fransiskus, Maria dan Anna. Kemudian ditetapkan untuk selanjutnya bangsal-bangsal yang dibangun diberi nama orang kudus. Tanggal 29 Desember 1988 Ruang Isolasi dan Bangsal Maria diberkati dan diresmikan. Tanggal 1 Januari 1992, dr. A.J. Djohan diangkat sebagai direktur umum dan struktur organisasi RSSI sedikit berubah mengikuti ketentuan dari Departemen Kesehatan RI. Tanggal 2 Juni 1992, gedung baru unit bedah, aula makan, bangsal Elizabeth (sekarang menjadi bangsal Teresa) diberkati dan diresmikan.

Tahun 1993-1994 dengan bertambahnya jumlah tempat tidur, pelayanan penunjang RSSI tidak memadai lagi. Laboratorium, X-Ray, Medical Record harus diperluas dengan merenovasi Gedung lama. Gedung baru untuk adminstrasi dan gawat darurat sedang dibangun dan selesai tahun 1994. Pelayan poliklinik ditambah dengan klinik mata dan obstetric gynecologi, sedang diajukan proposal untuk pembukaan AKPER. Pemisahan manajemen RSSI dan SPK Suaka Insan sesuai dengan peraturan dari Departemen Kesehatan (sebelumnya SPK Suaka Insan berada dibawah RSSI).

Dua puluh September 1994, dibangun Gedung utama yang didalamnya terdapat Unit Gawat Darurat (UGD), Apotik, Penerangan, kantor Direktur, Kantor Administrator dan Personalia. Gedung utama ini diresmikan oleh Gebenur Kalimantan Selatan, Bapak Ir. M. Said. Gedung ini dirancang denga gaya arsitektur rumah banjar dan batu prasasti dibuat dari batu akik martapura dengan budaya daerah.

Pada tanggal 3 Maret 2023, diresmikan bangsal kebidanan yang diberi nama bangsal Clement. Peresmian dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan yang diwakili oleh ibu Mursidah Adi.

Tahun 2007, tempat pemulasaran jenazah yang diberi nama “Lokasanti” diberkati oleh Mgr. W. Demarteau, MSF. Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 26 April 2008, Klinik Spesialis RS  Suaka Insan diresmikan oleh Kepala Dinas Provinsi Kalimantan Selatan, Bapak drg. Rosihan Adhani, MS.

Pada tanggal 23 Desember 2011 diresmikan taman, sumbangan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Mandiri Banjarmasin yang terletak di antara Bangsal Clement dan ICCU. Tahun 2012, bangunan ICU_ICCU baru diberkati dan disusul dengan pemberkatan kapel baru.

Sejak 30 Juni 2013 Yayasan Suaka Insan SPC pecah dan yang membawahi RSSI adalah Yayasan Suaka Insan Kesehatan dengan Pembina Sr. Yovita Daru, SPC dan Ketua Sr. Reli Lidia Senina, SPC, S.Farm, Apt, MM.

Beberapa Karya yang Terlambat Pendirian/ Pengembangannya

Pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an, beberapa Suster SPC dan perawat mengikuti Pater G. Heyne, MSF (Vikaris Keuskupan Banjarmasin) dalam kunjungannya ke Sungai Puntik, Barito Kuala untuk mengadakan pengobatan ringan bagi umat/masyarakat yang sakit. Namun kegiatan ini mendapatkan teguran dari pimpinan Puskesmas setempat. Mereka tidak setuju dengan kegiatan tersebut. Dikatakan bahwa kalua RS Suaka Insan Banjarmasin mau membantu masyarakat disana, bantulah Puskesmas setempat dengan alat-alat Kesehatan.

Pada awal tahun 1980-an, RS Suaka Insan berencana membuka klinik pengobatan di daerah Hulu Sungai Selatan, namun juga mendapatkan penolakan dari masyarakat setempat.

Pada awal tahun 1981, RS Suaka Insan telah membuka balai pengobatan di daerah transmigrasi Desa Damit, Kabupaten Tanah Laut. Namun kehadiran balai pengobatan ini ditolak oleh pimpinan Puskesmas Kecamatan Tajau Pecah pada saat itu, dan dibuat persyaratan agar yang ditujuk sebagai penanggung jawab balai pengobatan tersebut adalah dr. Djubaratnuri (Kepala Puskesmas setempat).

Dengan kondisi dan pengalaman di atas RS Suaka Insan kemudian mengembangkan klinik/ balai pengobatan ke wilayah Kalimantan Tengah, yaitu di Kuala Kapuas dan Kandui. 

- Copyright©2024 Rumah Sakit Suaka Insan - Banjarmasin KALSEL -